Bolehkah Perempuan Menjadi Pemimpin dalam Islam?

Tsania Salamatul Umi – Mahasiswa PLP KKN Integratif UIN Sunan Kalijaga di Kankemenag Kulon Progo

Islam menilai bahwa perempuan dan laki-laki adalah dua pondasi masyarakat tempat mereka mempunyai peran yang sama dalam penciptaan, pembentukan, pengaturan, dan pemanfaatan masyarakat. Islam juga telah memberikan berbagai hak, kehormatan, dan kewajiban kepada perempuan sesuai dengan harkat dan martabat mereka sebagai makhluk yang bertanggungjawab di hadapan Allah, baik terhadap diri, keluarga, masyarakat, maupun negara. Jika Allah saja telah memberikan hak dan tanggungjawab kepada perempuan yaitu menjadi “manusia” sebagai hamba Allah tidak ada alasan bagi kaum laki-laki untuk merasa superior terhadap gender perempuan. laki-laki dan perempuan adalah sama-sama makhluk Allah yang besok di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban selama masa hidupnya.

Sebelum hadirnya Islam pun, perempuan sudah dapat menjadi pemimpin. Dalam Al-Qur’an Surah An-Naml ayat: 23 dijelaskan tentang kepemimpinan Ratu Balqis yang memimpin kerajaan Saba’ (Yaman) pada masa Nabi Sulaiman AS yang merupakan salah satu contoh bahwa Islam tidak melarang perempuan untuk mengambil peran menjadi seorang pemimpin dalam sebuah komunitas publik.

Ratu Balqis menjadi bukti bahwa Al-Qur’an Surah An-Naml: 29-33 menceritakan role model pemimpin perempuan yang memiliki jiwa kepemimpinan yang demokratis, arif, bijaksana dan memiliki kemampuan intelektual dalam mempertimbangkan kebijakan negara yang didasarkan atas kemaslahatan rakyatnya. Sesuai dengan prinsip yang selalu digaungkan dalam Islam, yaitu “tasharruf al-imam ‘ala ar-ra’iyyah manuthun bi al-maslahah” (kebijakan pemimpin harus didasarkan atas kemaslahatan rakyat).

Jadi, Bolehkah Perempuan Menjadi Pemimpin dalam Islam?

17 replies
  1. Muhammad syahrul
    Muhammad syahrul says:

    Apa rahasia dibalik dilarangnya seorang perempuan menjadi seorang pemimpin? Rahasia di balik dilarangnya seorang perempuan menjadi pemimpin adalah karena seorang perempuan adalah sosok yang lemah dan mempunyai beberapa kekurangan. Rasulullah telah mengisyaratkan bahwa perempuan mempunyai beberapa kekurangan yaitu kekurangan dalam aspek akal serta agama

    Balas
    • APerson
      APerson says:

      Kurang aspek akal dan agama? Sepertinya argumen ini terlalu men-generalisir. Dalam aspek akal; Marie Curie itu siapa? Salah satu ilmuwan kimia fisis paling terkenal masa itu. Argumen selanjutnya : “Kurang dalam aspek agama”, lalu, Khadijah binti Khuwailid itu kurang dalam aspek agama?

      Memang ada perempuan yang kurang aspek akal dan agama, tapi ada juga yang aspek akal dan agamanya berkualitas tinggi. Tidak bisa digeneralisir seperti itu.

      Balas
  2. Suyanto
    Suyanto says:

    Ngomong soal zaman modern Indonesia baru pertama kali pilih pemimpin wanita yaitu mega wati. Coba lihat kemajuan apa yang di dapat Indonesia saat di pimpin megawati, aset negara yang berharga pada terjual, saat turun jabatan partainya masih berjaya sampai detik ini, walaupun sekarang yang menjadi pemimpin laki laki di balik kepemimpinan itu masih ada megawati yang pegang kendali, apakah Indonesia masih baik baik saja? Hutang meroket koruptor merajalela karena kebal hukum. Umat di pecah belah yang dulunya kata megawati tidak butuh suara orang islam tp nyatanya milih ma’ruf amin sebagai wakil presiden untuk di manfaat suara umat yang pro dengan ma’ruf amin, yang ndak mau disiapkan pakai duit dan jabatan disingkirkan di diskriminasi apakah kalian masih ndak nyadar!..

    Balas
  3. Acak
    Acak says:

    Lalu kalau memang dalam islam tidak membolehkan perempuan sebagai seorang pemimpin, (pemimpin dalam konteks feminisme liberal yang mengacu pada konteks politik atau kenegaraan) bukan sebagai imam sholat untuk laki-laki akan tetapi untuk menjadi pemimpin bangsa/negara.. lalu dimana letak keadilan bagi perempuan dalam islam? Apakah memang perempuan diciptakan lebih rendah derajatnya ketimbang laki-laki?

    Balas
  4. Ahmad
    Ahmad says:

    Bang BIM betul sekali, barusan saya kroscek tafsir Surat An Naml 23 di Tafsir Al Qurthubi itu sesuai apa yang dituliskan Bang BIM

    Balas
  5. Aldi
    Aldi says:

    Jika memang wanita boleh jadi pemimpin dalam islam, mengapa tidak sekalian saja wanita memimpin jadi imam sholat bagi laki-laki.

    Balas
  6. Blewah
    Blewah says:

    Orang zaman dahulu, yahudi, kristen, Islam pada zaman itu nikah sama anak perempuan usia 8, 10, 14 tahun banyak, org kafir jadikan manuver buat menyerang muslim, zaman berubah hingga pernikahan usia dini diatas pada zaman itu sudah tidak relevan kagi dizaman sekarang, tapi si kafir ngotot jadikan Rasulullah SAW pelaku utama dan dijadikan bahan berita yang terus digoreng sama kafir. Oadahal oada zaman itu pendeta, rabi yahudi, dan saudagar, lelaki kaya juga banyak yang menikah dengan anak dibawah umur

    Balas
  7. Bim
    Bim says:

    Zaman Nabi Sulaiman a.s ke zaman Rasulullah SAW itu jauh banget loh, dan bukankah Kehadiran Rasulullah SAW itu sebagai penyempurna dari ajaran2 sebelumnya? Lantas kenapa masih menggunakan zaman sebelum Rasulullah SAW ada sebagai dalil???

    Dan Kalau Rasulullah SAW membolehkan perempuan jadi pemimpin, lantas kenapa ada hadits ini ya
    “Tatkala ada berita sampai kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisro (gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda, ” Suatu kaum itu tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita”. ” (HR. Bukhari)

    Ditambah saya juga belum pernah nemu dalil ttg Rasulullah SAW mengangkat perempuan menjadi seorang pemimpin, padahal wanita2 dizaman tersebut juga sudah banyak yg tangguh dan cerdas, misalnya ibunda Siti Aisyah dan Ibunda Siti Fatimah atau Amrah binti Abdurrahaman
    Para Sahabat pun ketika Rasulullah Saw meninggal dan mencari Khalifah nya, tidak ada satupun wanita yg dijadikan kandidat nya, padahal para sahabat itu yang membersamai Rasulullah SAW jadi lebih paham maksud Rasulullah SAW dibandingkan kita pada zaman ini.

    Terakhir, untuk memahami suatu dalil apalagi menjadikannya sebagai landasan hukum gak bisa sembarangan apalagi dgn teori cocoklogi seperti itu. Aduhhh bisa ambyar.

    Di Islam kan ada tuh istilah Ijtihad dan Mujtahid. Ijtihad tindakannya, Mujtahid pelaku nya. Untuk berijtihad ada ilmunya, dan untuk menjadi Mujtahid ada syaratnya.

    Beropini boleh saja, tapi jika menggunakan dalil apalagi hasilnya berbeda dgn apa yang sudah diyakini oleh umat (perempuan tidak boleh menjadi pemimpin negeri), ya jangan asal-asalan, apalagi kalau pelaku nya orang awam (bukan Mujtahid), itu bisa menyesatkan.

    Wallahu a’lam bishowab

    Balas
    • Aldi
      Aldi says:

      Sangat setuju… Jikalau boleh wanita jadi pemimpin dalam islam, mengapa tidak sekalian saja wanita memimpin menjadi imam sholat bagi laki-laki, menjadi imam dalam rumah tangganya. Dan sekalian juga wanita yang mengucapkan ijab kabul dan memberi mas kawin untuk suami. Ubah juga, surga suami dibawah telapak kaki istrinya. Surga istri berada pada ibunya. Sungguh dunia di buat terbalik…

      Balas
    • Ahmad
      Ahmad says:

      Betul pernyataan anda, barusan saya kroscek di tafsir Al Qurthubi.

      Mbaknya kalau nulis jangan ambil mentah-mentah, apalagi hanya mengandalkan terjemahan. Qur’an itu luas mbak ya. Kalau ingin mengetahui SEKLUMIT isi Al Qur’an yg benar, silahkan buka kitab-kitab tafsir yang memang kompeten di bidangnya. Lha kita siapa?? Kok berani-beraninya menyimpulkan makna kandungan Al Qur’an. hehe

      Yuks.. semangat belajar..

      Balas
      • Akbar
        Akbar says:

        Zaman hari ini saya mengamati perempuan sudah berlomba lomba dalam melampaui kaum laki-laki untuk menjadi pemimpin, luar biasa dinia

        Balas

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *