Ilmu dan Takwa, Mana Yang Lebih Utama?

Samahi Hishni Ahmad – Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

PLP-KKN Integratif di Kankemenag Kulon Progo

Imam Syafi’i pernah berkata dalam sebuah syair tentang betapa pentingnya ilmu sebagai modal ketakwaan seorang muslim, syair itu berbunyi:

حَيَاةُ الْفَتَى وَاللهِ بِالْعِلْمِ وَالتُّقَى #  إِذَا لَمْ يَكُوْنَا لَا اعْتِبَارَ لِذَاتـِهِ

Artinya: “Demi Allah, kehidupan manusia ditentukan oleh ilmu dan ketakwaan. Apabila keduanya sudah tidak ada, maka tidak ada lagi harga diri pada dirinya.”

Dari perkataan Imam Syafi’i tersebut bisa kita pahami betapa pentingnya berilmu dan berwawasan luas, terlebih ilmu-ilmu agama sebagai pegangan untuk menjalankan ketakwaan. Dalam disiplin ilmu nahwu, penggunaan wawu athaf (kata sambung) salah satunya memiliki fungsi “li muthlaqil jam’i” yang mana bermakna bahwa kedua lafadz yang diathafkan berjalan secara beriringan. Melihat dari syair di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa keilmuan dan ketakwaan seseorang harus sama-sama berjalan. Ilmu tanpa amal sebagai bentuk ketakwaan bagaikan pohon tanpa buah. Sedangkan pengamalan tanpa didasari ilmu akan berujung pada kesesatan dan kesia-siaan.

Dalam menuntut ilmu, kita harus berhati-hati dalam memilih guru. Selain itu ada beberapa hal yang harus kita pahami supaya usahanya dapat membuahkan hasil yang maksimal. Kesabaran, ketekunan, semangat, dan keistiqamahan juga menjadi kunci seseorang dalam menuntut ilmu. Ilmu menjadi hal yang yang sangat istimewa. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits yang menjelaskan bagaimana keutamaan sebuah ilmu dan orang yang berilmu. Allah menyebutkan dalam firman-Nya bahwa orang yang berilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah subhanahu wata’ala.

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ

Artinya: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah: 11)

Berhubungan dengan keilmuan dan ketakwaan, Imam Syafi’i pernah mengalami kesulitan dalam menuntut ilmu. Selanjutnya beliau sowan kepada gurunya dan mengadu perihal permasalahannya. Gurunya pun menjawab bahwa seseorang yang menuntut ilmu agama harus terjaga dari perbuatan maksiat, karena ilmu merupakan cahaya dari Allah, sedangkan cahaya Allah tidak dapat memberikan petunjuk pada orang yang melakukan maksiat.

Dari cerita di atas kita juga bisa melihat bagaimana keilmuan dan ketakwaan harus berjalan beriringan. Bagaimana orang bisa berilmu jika meninggalkan ketakwaan. Bagaimana pula orang bisa menjalankan ketakwaan jika tidak didasari ilmu untuk melakukannya.

Imam Malik bin Anas berkata: “Setiap perkara pasti memiliki pilar penyangga. Dan pilar dari seorang mukmin adalah akalnya. Maka dengan kadar apa ia bernalar, ia akan menghamba pada Tuhannya.” KH. Maimoen Zubair bahkan pernah menuturkan bahwa ketika sudah tidak ada lagi orang yang mengkaji ilmu agama dengan benar dan mengamalkannya, maka kiamat akan datang.

Dari dhawuh-dhawuh tersebut seharusnya bisa menyadarkan kita seberapa penting kita berilmu dan menjalankan keilmuan itu dengan baik dan benar. Terlepas dari itu semua, keilmuan dan ketakwaan kita tidak akan ada gunanya jika Allah tidak memberikan anugerah untuk menerima amal-amal kita. Oleh karena itu, sudah selayaknya setiap amal yang kita perbuat juga diiringi dengan do’a untuk memohon supaya diterima oleh Allah.

Ada sebuah kutipan syair do’a bagus yang bisa kita amalkan, yaitu syair karangan Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhaniy yang kemudian dipopulerkan oleh KH. Ali Maksum Krapyak

اَللَّهُ يَا أَوَّلُ أَنْـتَ الْـوَاحِدُ * اَللَّهُ يَا آخِـرُ أَنْتَ الـرَّاشِـدُ

يَا وِتْـرُ يَا مُتَكَبِّرُ يَا وَاجِدُ * يَا بَرُّيَا مُتَـفَـضِّلُ يَا مَاجِـدُ

بِـفَـضْلِكَ اقْـبَلْنَـا عَلَى مَا فِـيْـنَـا

Ya Alloh, Ya Awwal (Yang Awal). Engkau Tuhan Yang Esa. Ya Alloh, Ya Akhir (Yang Akhir). Engkaulah Yang memberi petunjuk.

Ya Witru (Yang Ganjil), Ya Mutakabbir (Pemilik Segala Keagungan), Ya Wajid (Yang Kaya). Ya Barru (Yang Melimpahkan kebaikan), Ya Mutafadh-dhil (Pemberi anugerah), Ya Majid (Yang Agung, Mulia). Berkat anugerah-Mu, terimalah (amal kebaikan) apa saja yang kami lakukan.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *