Dakwah Islam Nusantara Para Wali Songo

Oleh: M. Fatih

Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Sains Al Qur’an Wonosobo

(Praktik Pengalaman Lapangan di Kankemenag Kulon Progo)

Agama Islam diturunkan oleh Allah SWT kepada umat manusia sebagai syari’at yang bersifat rahmatan lilaalamiin, berlaku secara universal. Universalitas ajaran Islam menjadikannya tersebar dan diterima di seluruh penjuru, termasuk di Indonesia. Ajaran Islam yang masuk ke Indonesia bersentuhan dengan budaya lokal, dikarenakan sebelum Islam masuk budaya-budaya tersebut sudah tumbuh dan berkembang di dalam sistem masyarakat setempat.

Akulturasi antara ajaran Islam dengan budaya tersebut membuat Islam mudah diterima dan dipahami, sehingga mudah diterima oleh masyarakat, walaupun mereka memiliki kepercayaan sendiri seperti animisme, dinamisme, maupun lainnya.

Islam kemudian membawa pengaruh ke arah kemajuan di berbagai aspek. Kemajuan tersebut tidak lepas dari kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh pedagang Arab, Cina, Persia, dan India. Melalui hubungan perdagangan ini, Islam kemudian menyebar di Indonesia melalui pelabuhan-pelabuhan, jalur perdagangan, perkawinan, dakwah, pendidikan, kesenian, dan politik.

Diterimanya ajaran Islam dalam kehidupan sosial masyarakat di Indonesia, akhirnya membentuk tradisi sendiri yang menggabungkan tradisi Islam dengan tradisi lokal, yang dapat dimaknai sebagai akulturasi budaya. Artinya, praktik-praktik Islam telah berakulturasi (bercampur dan saling melengkapi) dengan budaya lokal.

A. Masuknya Islam di Nusantara

Para ahli berbeda pendapat tentang kapan persis masuknya Islam ke Indonesia. Ada beberapa teori yang dimajukan oleh para sejarahwan tentang bagaimana Islam masuk ke Indonesia dan kapan waktunya.

Berikut beberapa teori tentang masuknya masuknya Islam ke Indonesia, yaitu:

  1. Teori Gujarat/India

Teori ini dikemukakan oleh J. Pijnepel (1872 M) yang menafsirkan catatan perjalanan Marcopolo bersama ayah dan pamannya dalam perjalanan Muhibbah atas utusan dari raja Kubilai Khan pada tahun 1292 melewati daerah timur laut Sumatra. Diketahui bahwa waktu itu sudah terdapat orang Islam di daerah Perlak, sebelah timur Aceh[1]. dan Ibn Batutah (Abad ke-14). Teori ini menyatakan bahwa proses Islamisasi Indonesia mulai berlangsung kira-kira setengah abad sebelum kota Bagdad ditaklukkan oleh raja Mongol Hulagu (1258 M). Masyarakat yang menerima keIslaman pada waktu itu berada di pesisir pantai Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau kecil lainnya. Dan proses tersebut tidak terlepas dari peranan para saudagar muslim India.

  1. Teori Persia

Teori ini dipelopori oleh P.A. Hoesin Djajadiningrat seorang sejarawan dari Banten yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia berasal dari Persia pada abad ke-7 M. Pada dasarnya teori ini memfokuskan tinjauannya pada sosiokultural di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang ada kesamaan dengan di Persia. Bukti dari teori ini terdapat perkumpulan orang-orang Persia di Aceh sejak abad ke-15. Kesamaan-kesamaan lain di antaranya;

a. Peringatan hari Asyura yang dikenal dengan perayaan Tabut di beberapa tempat di Indonesia seperti di Sumatra Barat dan Bengkulu.

b. Berkembangnya ajaran Syekh Siti Jenar yang memiliki kesamaan dengan ajaran Sufi al-Hallaj dari Iran, Persia. Keduanya juga sama-sama dihukum oleh penguasan setempat karena ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan Islam dan dapat membahayakan stabilitas sosial-politik.

c. Penggunaan gelar Syah yang biasanya digunakan di Persia juga digunakan oleh raja-raja di Indonesia.

 

  1. Teori Arab/Makkah

Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia berasal dari Arab atau Mekkah pada abad ke-7, sejak masa kerajaan Sriwijaya. Menurut Yaqut al Hamari dalam karyanya “Mu‟jam Al Buldaan” sebagaimana yang dikutip oleh M. Yakub, kedatangan Islam ke Indonesia sudah dimulai pada masa Khulafa’ Al Rasyidin, yang dikuatkan melalui bukti catatan resmi dan Jurnal Cina pada periode ini Dinasti Tang 618 M. Menegaskan bahwa Islam sudah masuk wilayah Timur jauh, yakni Cina dan sekitarnya pada abad pertama Hijriyah. Cina yang dimaksudkan pada abad pertama Hijriyah adalah gugusan pulau-pulau di Timur Jauh termasuk Kepulauan Indonesia. Kerajaan Arab juga pernah mengirim utusan ke Kerajaan Ho Long sekitar tahun 640 M, 666 M, dan 674 M. Menurut Alwi Shihab dalam karyanya “Antara Tasawuf Sunni & Tasawuf Salafi Akar Tasawuf di Indonesia” bahwa Kerajaan Ho Long tersebut terletak di Jawa Timur yang bernama Kerajaan Kalingga yang terkenal dengan kemajuan dan kesejahteraan rakyat serta keadilan pemerintahannya[2].

 

B. Pola penyebaran Islam di Nusantara

Islam masuk ke Indonesia melalui dakwah dan akulturasi budaya. Menurut Uka Tjadrasasmita, ada beberapa jalur Islamisasi yang berkembang, yaitu:

  1. Perdagangan

Jalur perdagangan merupakan tahap yang paling awal dalam proses Islamisasi. Tahap ini diperkirakan pada abad ke-7 M yang melibatkan pedagang Arab, Persia, Cina, dan India. Melalui proses perdagangan inilah, Islam dibawa oleh para saudagar-saudagar muslim kepada penduduk di Nusantara.

  1. Perkawinan

Jalur ini merupakan kelanjutan dari jalur pertama, para saudagar lama kelamaan mulai menetap, baik sementara maupun permanen. Kemudian, terutama para saudagar yang memiliki ekonomi dan status sosial yang tinggi mengawini puteri-puteri bangsawan, sehingga turut mempercepat proses Islamisasi. Kemudian membentuk perkampungan-perkampungan yang dikenal dengan nama Pekojan.

  1. Pendidikan

Melalui pendidikan dilakukan olah para ulama, kyai, dan guru agama dengan mendirikan pondok pesantren bagi para santri. Dari para santri inilah nantinya Islam akan disosialisasikan di tengah-tengah masyarakat.

  1. Politik

Kekuasaan raja memiliki peran yang sangat besar dalam proses Islamisasi. Ketika seorang raja memeluk agama Islam, maka secara tidak langsung biasanya rakyat mengikuti jejak rajanya. Contohnya, Sultan Demak mengirimkan pasukannya di bawah Fatahillah untuk menduduki wilayah Jawa Barat dan memerintahkan untuk menyebarkan agama Islam.

  1. Kesenian dan Budaya

Kesenian merupakan proses Islamisasi yang menarik agar masyarakat memeluk agama Islam dengan cara menyajikan kesenian lokal yang di dalamnya disisipkan ajaran-ajaran Islam. Islamisasi dilakukan melalui seni bangunan, seni pahat atau ukir, tari, musik, dan sastra. Saluran seni yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang dan musik.

  1. Tasawuf

Tasawuf masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M, dan mazhab yang paling berpengaruh adalah Mazhab Syafi’i. Tasawuf merupakan ajaran untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah, sehingga memperoleh hubungan langsung denganNya. Ajaran tasawuf mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama lain, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Jalur tasawuf paling berperan membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia. Bukti-bukti mengenai hal ini dapat diketahui dari Sejarah Banten, Babad, Tanah Jawi, dan Hikayat Raja-raja Pasai.[3]

Masuknya agama Islam ke Indonesia jika ditilik dari sejarahnya mengalami beberapa perdebatan mengenai awal kedatangan. Teori Arab/Mekkah, teori Persia dan teori Gujarat menjadi penguat satu sama lain. Walaupun beberapa hal di dalamnya disisipi beberapa kepentingan politik, namun adanya ketiga teori besar tersebut memberikan pemahaman kepada umat Islam di Indonesia pada saat ini bahwa teori tersebut saling menyempurnakan. Sebagaimana pendapat Buya Hamka bahwa bukti kuat terdapat pada teori Arab/Mekkah, Islam sudah masuk ke Indonesia yang dibawa oleh para saudagar muslim sedangkan orang-orang Persia dan Gujarat datang berikutnya. Kedua teori tersebut tidak bisa dinafikkan keberadaannya jika dilihat dari argumen dan peninggalan sejarah. Hanya saja orang-orang Persia dan Gujarat sudah bersinggungan terlebih dahulu dengan orang Arab yang singgah dan terjadi pengakomodasian ajaran Islam yang coraknya berbeda. Berkembangannya Islam yang kemudian menjadi agama mayoritas di Indonesia tidak terlepas dari peran serta saudagar Arab.

Perdagangan merupakan awal mula agama Islam diperkenalkan yang kemudian dilanjutkan melalui perkawinan dengan penduduk Indonesia. Lobi-lobi politik dengan kerajaan-kerajaan besar di Indonesia juga menjadi bagian penting dalam persebaran ajaran Islam. Terutama ketika para saudagar menikah dengan putri kerajaan yang juga akan memberikan dampak kepada penduduk setempat.

[1] Thomas W. Arnold, The preaching of islam . terj. Nawawi Rambe, Widjaja , Jakarta,1979, Hal.320.

[2] Rahmah Ningsih, Kedatangan dan perkembangan islam di Indonesia, Forum Ilmiah Vol.18 n0.2, Mei 2021 M

[3] Ibid

1 reply

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *