Khotbah Jum’at, Kakan Wahib Jamil: Hidupkan Kembali Nilai Persaudaraan Manusia

Kulon Progo (Kankemenag) – Kemuliaan dan keutamaan yang Allah berikan kepada manusia itu berlaku untuk semua tanpa kecuali. Sebagai manusia, orang yang memeluk suatu agama dipandang sama mulianya dengan orang yang memeluk agama lain. Orang yang berkulit hitam sama terhormatnya dengan yang berkulit putih. Kepala Kankemenag Kulon Progo, H.M. Wahib Jamil, S.Ag. M.Pd. menyampaikan hal itu saat menyampaikan Khotbahnya di Masjid Agung setempat, Jum’at (2/2/2024) siang.

“Kemuliaan dan keutamaan manusia dari Allah berlaku untuk semua tanpa terkecuali. Tidak membedakan agama, warna kulit, bangsa, dan lainnya. Bahkan atas dasar itu manusia diberi hak untuk memilih apakah mau beriman atau tidak beriman dengan konsekuensinya masing-masing. Itu semua merupakan hak mendasar manusia yang dijamin langsung oleh Allah SWT. Karena itu, pandangan dan tindakan yang mendiskriminasi manusia atas dasar warna kulit, atau pandangan bahwa bangsa tertentu lebih terhormat yang kemudian berhak untuk menjajah atau berlaku sewenang-wenang terhadap bangsa yang lain, sama sekali tidak dapat dibenarkan. Sebab, kehormatan dan kemuliaan adalah milik semua manusia,” ujarnya.

Lebih lanjut menurut Wahib Jamil bahwa hal itu telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beliau mengangkat Bilal bin Rabah yang berkulit hitam sebagai muazin pada saat hampir semua orang memandang rendah orang yang berkulit hitam. Masyarakat umum pada masa itu memandang bahwa orang kulit hitam hanya pantas menjadi budak dan hamba sahaya. Apa yang dilakukan oleh Nabi SAW itu merupakan terobosan sekaligus penegasan bahwa semua manusia adalah sama, setara, dan bersaudara.

“Dalam contoh lain, ketika seorang perempuan keturunan bangsawan mencuri, lalu Usamah bin Zaid yang punya hubungan sangat dekat dengan Rasulullah memohon agar wanita itu tidak dijatuhi sanksi hukum, Rasulullah SAW menolak permohonan itu. Beliau kemudian menegaskan bahwa salah satu faktor penyebab hancurnya bangsa dan umat terdahulu adalah praktik diskriminasi. Ketika yang mencuri orang biasa dikenakan sanksi, tetapi ketika yang mencuri adalah orang bangsawan, sanksi tidak dijatuhkan. Rasulullah SAW kemudian bersumpah bahwa seandainya putri beliau, Fatimah binti Muhammad mencuri, beliau sendiri yang akan memotong tangannya sebagai sanksi hukum,” terang Kakan.

Dapat dipahami dari sini bahwa dalam hal penerapan hak dan kewajiban, Rasulullah tidak pandang bulu. Rasulullah menerapkan standar aturan yang berlaku untuk semua, karena tidak ada manusia yang lebih utama daripada yang lain kecuali karena ketakwaan dan amal shalihnya. Dengan ketakwaan, manusia dapat mecegah dirinya dan orang lain dari hal-hal yang membahayakan. Sebagai konsekuensi dari prinsip kesetaraan ini, semua manusia mempunyai hak yang sama untuk bukan sekadar hidup. Tetapi untuk hidup terhormat, bermartabat, bersaudara, rukun, dan damai.

“Kesetaraan manusia dalam pandangan Islam juga mengandung konsekuensi kesetaraan hak untuk menganut agama, keyakinan, pemikiran, dan budaya tertentu. Rasulullah SAW dengan tegas menjamin hak itu kepada orang-orang kafir yang tidak mau menerima Islam dengan mengatakan, Lakum dinukum wa liya din. Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku. Dalam konteks ini, Islam juga dengan tegas membedakan antara kebebasan beragama dan membenci atau bahkan menghina agama lain. Melecehkan agama lain, rumah ibadah dan kitab suci agama lain, menghina kepercayaan orang lain, tidak termasuk dalam kebebasan yang dijamin oleh Islam. Meski kita berbeda agama dan keyakinan dengan orang lain, misalnya, kita tetap tidak boleh melecehkan keyakinan mereka. Kita tetap harus menghormati keyakinan mereka,” tegas Jamil.

Pada masa sekarang ketika banyak orang tidak lagi peduli dengan nilai-nilai moral agama, ketika dorongan mencari kesenangan dan keuntungan duniawi melebihi dorongan untuk bekerja sama dan saling membantu, kita sangat perlu menghidupkan kembali kesadaran akan nilai-nilai luhur persaudaraan manusia seperti yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Kita menyadari bahwa kemajuan sains dan teknologi, termasuk kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu dahsyat, telah membantu mempermudah kehidupan kita. Komunikasi melalui surat-menyurat yang dahulu memerlukan waktu lama, kini dapat kita lakukan hanya dalam hitungan detik.

“Akan tetapi, kemajuan itu ternyata dibarengi dengan kemerosotan moral yang mempengaruhi tindakan dunia internasional dan melemahnya nilai-nilai rohani dan rasa tanggung jawab. Hal itu kemudian melahirkan rasa frustrasi, keterasingan, dan keputusasaan yang membuat banyak orang jatuh ke dalam pusaran ekstremisme, ateistik, atau ke dalam ekstremisme agama, kekerasan, dan fanatisme buta yang pada akhirnya merugikan kita semua. Kita perlu menghidupkan kembali nilai-nilai moral dan persaudaraan manusia. Perang yang masih terus berkecamuk di sana-sini itu mengisyaratkan bahwa kita, keluarga besar masyarakat dunia, masih jauh dari ajaran agama tentang persaudaraan manusia,” pungkasnya. (abi).

Tetap sehat dan semangat

#No Korupsi

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *