Pererat Persaudaraan Lewat Kembul Bujana, Tradisi Penuh Makna di Perbhara 2025

Bantul (MAN2KP)– Salah satu momen paling berkesan dalam hari kedua Perkemahan Bhakti dan Wawasan Kebangsaan (Perbhara) 2025 MAN 2 Kulon Progo yang berlangsung di Bumper Kalaijo, Guwosari, Pajangan, Bantul, pada Selasa, 15 April 2025, adalah pelaksanaan Kembul Bujana—sebuah tradisi makan bersama khas budaya Jawa yang sarat nilai filosofis dan spiritual.

Kembul Bujana berasal dari kata “kembul” yang berarti berkumpul, dan “bujana” yang berarti hidangan. Secara harfiah, kegiatan ini adalah makan bersama dalam satu wadah atau dalam suasana kebersamaan. Namun, lebih dari sekadar makan, Kembul Bujana mengandung makna mendalam tentang persaudaraan, kesetaraan, kebersamaan, dan saling menghargai.

Dalam pelaksanaan kegiatan ini, para peserta duduk melingkar beralaskan tikar, menikmati sajian yang diletakkan di tengah secara bersama-sama tanpa sekat status maupun jabatan. Tidak ada piring pribadi; semua mengambil secukupnya dan saling berbagi. Di sanalah nilai luhur gotong royong, toleransi, dan empati ditanamkan secara nyata.

Salah satu panitia Perbhara, Esti Sukapsih, M.Pd., menjelaskan bahwa Kembul Bujana menjadi selingan dalam rangkaian kegiatan, juga menjadi alat pendidikan karakter yang sangat kuat. “Kembul Bujana adalah cerminan filosofi Jawa yang luhur. Anak-anak belajar tentang kebersamaan, kesetaraan, dan tenggang rasa. Mereka duduk sejajar, tanpa perbedaan, saling berbagi dan menghargai. Ini selaras dengan semangat pramuka yang membentuk karakter unggul,” tutur Esti Sukapsih.

Kegiatan Kembul Bujana berlangsung setelah para peserta menjalani sejumlah agenda pembinaan seperti Jelajah Alam, Tour Guide, Reportase, dan Masak Rimba. Setelah menikmati suasana makan bersama yang hangat, kegiatan dilanjutkan dengan pengajian oleh Ustadz Suratono, S.Pd., yang menyampaikan hubungan erat antara gerakan pramuka dan pembentukan karakter pemimpin bangsa.

Kegiatan Kembul Bujana di Perbhara 2025 menjadi momentum tak terlupakan bagi peserta. Tidak hanya sebagai pengalaman budaya, namun juga sarana nyata menanamkan nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi kepemimpinan dan kemanusiaan. (gia/dpj)

 

1 reply

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *