Moderasi Beragama, Memahami Tradisi

Samahi Hishni Ahmad – Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

PLP-KKN Integratif di Kankemenag Kulon Progo

Moderasi mengajarkan kita untuk beragama secara moderat/berimbang. Adapun indikator moderasi beragama meliputi komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, serta ramah terhadap budaya dan tradisi.

Masyarakat muslim Indonesia sejak dulu sudah disajikan dengan ritual-ritual keagamaan yang dianggap tidak benar oleh sebagian kalangan. Ritual-ritual itu antara lain adalah peringatan maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, tahlilan, ziarah kubur, peringatan kematian leluhur (haul) dan masih banyak lagi. Bagi golongan yang menjalankannya, mereka meyakini adanya keberkahan di dalam ritual-ritual tersebut. Lalu apa definisi berkah itu sendiri?

Imam Al-Ghazali menuturkan definisi berkah:

البركة هي زيادة الخير

Artinya: “Keberkahan adalah bertambahnya kebaikan.

Kebaikan tersebut ada kalanya diberikan oleh Allah pada benda mati, atau melalui hambanya yang dicintai, yaitu hamba yang taat dan senantiasa bertakwa pada-Nya. Sebagai contoh, kita tahu di salah satu sisi ka’bah terdapat sebuah batu yang dikenal dengan hajar aswad. Hajar aswad merupakan sebuah batu seperti pada umumnya. Tapi karena Allah memuliakan dan menurunkannya dari surga, maka muncul keberkahan di dalamnya. Diceritakan bahwa Shahabat Umar pernah mengalami pergulatan dengan dirinya sendiri ketika akan mencium ka’bah. Tapi karena melihat Rasulullah melakukannya, maka Shahabat Umar pun turut melakukannya seraya meyakini bahwa ada keberkahan pada hajar aswad yang diberikan oleh Allah.

Contoh lain seperti peringatan kematian leluhur (haul) yang sudah menjadi rutinitas beberapa masyarakat muslim Indonesia yang dilaksanakan setahun sekali. KH. Ahmad Asnawi Kudus menyampaikan bahwa terdapat dua konsep haul:

١. دعاء واستغفارا

٢. تكريما و تعظيما و تبركا

Konsep haul yang pertama adalah sebagai bentuk doa dan permohonan ampun kepada seseorang yang sudah meninggal yang semasa hidupnya kurang begitu baik. Konsep haul ini ditujukan untuk mendoakan dan memintakan ampun atas dosa, keburukan, dan kesalahan yang dilakukan oleh almarhum. Kebolehan mendoakan orang yang telah meninggal sudah sangat jelas karena Rasulullah dan para Ulama’ telah memberikan contoh.

Konsep haul yang kedua adalah sebagai bentuk penghormatan, pengagungan, dan ngalap berkah. Konsep haul seperti ini terjadi jika seseorang yang didoakan dalam peringatan tersebut adalah orang yang shalih dan bertakwa. Hal ini tidak berbeda dengan ziarah kubur yang dilakukan ke makam-makam wali ataupun para ulama’.

Haul, ziarah kubur, atau tahlilan sebenarnya secara prosesi tidak ada bedanya antara kedua konsep tadi. Akan tetapi makna yang terkandung di dalamnya tentu berbeda seperti yang dijelaskan di atas. Orang yang semasa hidupnya terdapat keburukan seperti kita tentu melihat dari sisi konsep yang pertama, karena kita sangat perlu lantunan doa dari orang lain untuk keselamatan nantinya.

Berbeda jika yang didoakan adalah orang shalih yang sebenarnya amal kebaikannya sudah cukup tanpa perlu didoakan. Kita mendoakan beliau karena menghormati dan berharap untuk mendapatkan keberkahan melalui perantaranya. Doa dari kita yang penuh dosa ini kita titipkan pada kekasih-kekasih Allah yang pasti doanya lebih didengar Allah. Orang yang sudah meninggal sebenarnya masih bisa mendengar dan masih hidup, bahkan masih bisa memberi keberkahan.

Allah berfirman:

وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَن يُقْتَلُ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتٌۢ ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ

Artinya: Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS. Al-Baqarah: 154)

Doa kita kepada orang shalih layaknya gelas yang sudah penuh dengan air, lalu kita isi dengan air lagi. Air tersebut akan tumpah dan kembali keluar, sebagaimana konsep berkah yang kita pahami. Analogi lain yang bisa menggambarkan bentuk keberkahan adalah ketika seseorang yang kurang mampu nyumbang pada acara pernikahan orang kaya. Orang tadi hanya akan membawa pemberian yang tidak seberapa dan ketika pulang akan membawa berkat yang nilainya lebih dari yang ia bawa.

Allah sebagai sumber barakah banyak sekali memberikan keberkahan melalui makhluk-Nya. Allah berfirman:

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Artinya: “Maha Suci (Maha Barakah) Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Mulk: 1)

Allah memberikan keberkahan pada Al-Qur’an (QS: Al’An’am: 155), Masjidil Haram (QS. Al-Isra’:1), Makkah (QS. Ali Imron: 96), waktu malam (QS. Ad-Dukhon: 3), pohon (QS. An-Nur:35), air (QS. Qaf: 9), dan masih banyak lagi.

Lalu bagaimana dengan anggapan orang yang melihat bahwa hal-hal seperti itu termasuk pada kategori syirik?

Semua ritual keagamaan di atas sebenarnya bisa saja dianggap syirik jika orang yang menjalankannya meyakini bahwa yang memberi keberkahan adalah benda itu sendiri atau manusia itu sendiri dan bukan karena pemberian dari Allah. Hal ini bahkan tidak hanya terbatas pada ritual keagamaan. Orang yang sembuh karena minum obat dan meyakini obat adalah yang memberikan kesembuhan, maka hal seperti itu juga dikatakan syirik. Oleh karena itu, setiap kita mencari keberkahan maka harus kita yakini bahwa keberkahan tersebut tetap bersumber dari Allah subhanahu wata’ala. Wallahu a’lam.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *