Do’a, Salah Satu Rezeki yang Terlupakan

Ahmad Nasirul Huda – Mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (PLP-KKN Integratif di Kankemenag Kulon Progo)

Agama sebagai salah satu wadah bagi para pemeluknya. Setidaknya mempunyai beberapa SOP atau aturan yang dibebankan kepada hamba-Nya. Tentu saja sebagai umat beragama yang menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual dan etika sosial keagamaan, menjadikan manusia paham arti sesungguhnya tentang konsep beragama. Yakni beribadah dengan tulus, ihklas, serta kesungguhan hati dalam menjalankan setiap rutinitas kegiatan ibadah (khusyu’). Beribadah adalah salah satu bukti seseorang benar-benar memiliki keyakinan akan keberadaan dzat yang patut disembah. Sebuah aktivitas ruhaniyah seorang hamba dalam berinteraksi secara langsung kepada Rabb-nya berdasarkan ketentuan, panduan, dan teknis pelaksanaan yang telah dipaparkan oleh syari’at melalui penjelasan dari Rasul. Melalui ibadah, seorang hamba berkesempatan melakukan komunikasi dengan sebaik-baiknya dengan Tuhan-Nya agar ia mendapatkan derajat yang mulia di sisi-Nya.

Melalui ungkapan berbagai macam lafadz dan do’a dalam setiap gerakannya, seorang hamba sangat berharap agar setiap permintaannya secepat mungkin dapat dikabulkan oleh-Nya. Memang tujuan utama seorang hamba beribadah selain menjadi bagian dari kewajiban, tetapi juga sebagai ajang untuk menyampaikan hajat dan keinginannya. Atas dasar inilah maka seorang hamba berlomba-lomba memanjatkan do’a agar setiap keinginannya terkabulkan. Terdapat banyak sekali kesempatan bagi hamba untuk mengutarakan setiap keinginannya. Bahkan agama telah memberikan rambu-rambu mengenai waktu yang paling cocok untuk berdo’a.

Banyaknya hajat yang dimiliki hamba, menjadikan ia rajin memanjatkan do’a dengan harapan bisa segera mungkin dikabulkan oleh Tuhan-Nya. Tetapi ia lupa terhadap sudut pandang lain mengenai urgensi do’a. Banyak sebagian hamba dari kalangan agama apapun yang berkesimpulan bahwa do’a adalah satu-satunya wasilah paling efektif agar setiap keinginan kita segera direalisasikan oleh Tuhan. Sehingga semakin kita rajin memanjatkan do’a, maka presentasi dikabulkannya hajat kita semakin besar. Namun demikian, terdapat satu sisi yang sering dilupakan mayoritas umat, yakni mengenai esensi do’a itu sendiri. Tanpa disadari bahwa do’a adalah satu dari sekian bukti kebesaran karunia Tuhan. Dalam konteks yang sesingkat ini, penulis akan memberikan alasan dan argumen mengenai penjabaran urgensi do’a yang menurut penulis sendiri sering luput dari pemahaman mayoritas orang.

Urgensi Do’a

Islam sebagai agama yang sistematis berkaitan dengan tata cara peribadatan para hamba-Nya menempatkan do’a sebagai salah satu dari sekian bukti kasih sayang Allah SWT dalam bentuk rezeki kepada para umat-Nya. Sebagian besar dari kita sebagai umat Islam meyakini definisi rezeki adalah sesuatu yang identik dengan materi, seperti harta, pakaian, uang, dan jabatan. Atau sesuatu yang bisa dimanfaatkan oleh si pemilik. Mengacu ungkapan ini, memang relevan terkait dengan pemahaman mengenai rezeki, yaitu segala yang ada pada diri seorang hamba berupa sesuatu yang tampak atau tidak, dan dimanfatkan untuk keberlangsungan hidupnya di dunia. Artinya selain yang telah disampaikan di atas, cakupan rezeki tidak hanya sebatas sesuatu secara kasbi, tetapi juga mencakup ranah yang lebih luas seperti kesehatan jiwa, jasmani dan rohani, keluarga harmonis, mampu beribadah secara khusyu’ tanpa gangguan, bisa konsisten menjalankan ibadah-ibadah yang telah diwajibkan atas dirinya, serta bisa menyempatkan sedikit waktu untuk mengangkat tangan seraya memanjatkan do’a itu juga bagian dari rezeki yang harus disyukuri.

Do’a adalah kegiatan mengagungkan kebesaran Allah SWT sebagai Dzat yang telah menciptakan alam seisinya. Secara bahasa, kata do’a bersumber dari kata da’a-yada’u, da’awatun yang berarti memanggil, mengundang, meminta, dan memohon. Sebuah upaya yang dilakukan seorang hamba untuk memohon dan meminta sesuatu kepada Allah SWT, yang dikemas dalam nuansa ibadah dan diiringi dengan ritual amaliah ibadah seperti shalat atau kegiatan dzikir lain sebagai bentuk penghormatan kepada sang khaliq. Melalui do’a semua keluh kesah seorang hamba dapat tersalurkan langsung kepada Allah SWT. Itulah yang menjadikan alasan agama Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk memperbanyak berdo’a sebagai wujud seorang hamba yang bertakwa dan masih meyakini bahwa ia masih membutuhkan pertolongan Allah SWT. Bahkan Allah SWT telah berjanji bagi siapa yang rajin berdo’a niscaya akan dikabulkan. Dalam surat Al-Ghafir ayat 60 berbunyi “Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan,” Tampak jelas dari sini betapa pentingnya berdo’a bagi seorang hamba. Do’a adalah wujud seseorang meyakini adanya Dzat yang mampu mengabulkan setiap keinginannya, yakni Allah SWT. melalui do’a seseorang meyakini bahwa ia adalah seorang hamba lemah yang perlu bantuan Allah SWT. Dan dengan berdo’a menjadikan seseorang telah diberikan salah satu rezeki yang oleh Allah SWT.

Rezeki yang Terlupakan

Meskipun agama telah memberikan perintah untuk memperbanyak berdo’a, namun tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak di antara hamba yang mengabaikan fungsi do’a. Mayoritas dari kita menganggap do’a hanya sebagai pelengkap dari ibadah yang kita laksanakan setiap hari. Lebih mengherankan lagi, ada yang menempatkan do’a sebagai alat ketika dibutuhkan, atau ketika berada dalam masa-masa sulit dalam kehidupannya, seperti ketika sedang tertimpa cobaan atau musibah. Seakan-akan do’a adalah bagian terpisah dari rutinitas ibadah yang kita laksanakan setiap saat. Sebagian dari kita ketika bermunajat kepada Allah SWT selalu disibukkan dengan keinginan-keinginan duniawi dan hasrat nafsu kita. Kekayaan, harta yang banyak, mobil mewah, bisnis lancar, dan jabatan tinggi. Itu semua seperti menu wajib dalam isi dari setiap do’a yang kita sampaikan kepada Allah SWT.

Tidaklah mengapa berdo’a sesuai apa yang menjadi keinginan kita. Karena pada dasarnya melalui do’a kita bisa meminta apa saja asalkan hal itu baik dan mengandung segi positif bagi kehidupan. Namun, pernahkah kita berfikir bahwa do’a yang setiap hari kita utarakan memiliki urgensi yang sangat penting. Kecenderungan mayoritas dari kita yang selalu meminta sesuatu secara beragam menjadikan kita lupa satu hal, bahwa do’a yang setiap hari diistiqamahkan sesungguhnya adalah salah satu anugerah dan rezeki dari Allah SWT yang diberikan kepada kita. Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa rezeki selain berupa materi juga mencakup hal-hal lain yang bernilai positif untuk diri kita seperti kesehatan jasmani dan rohani, mampu melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya, serta mampu melaksanakan semua anjuran agama yang salah satunya adalah berdo’a.

Berdo’a adalah bagian dari upaya menjadi seorang hamba yang berusaha melibatkan Allah SWT dalam setiap hidup kita. Tentu saja hal ini tidak mudah untuk dilakukan. Dibutuhkan keyakinan kuat dalam hati nurani agar dapat menuntun seluruh anggota badan, sehingga bisa menjalankan kehendak hati. Sebaliknya, akan sangat sulit untuk menjalankannya jika di dalam hatinya belum yakin terhadap fungsi dan keutamaan do’a. Itulah sebabnya mengapa banyak di antara kita yang lalai dalam berdo’a. Hati dan fikiran kita telah dipenuhi dengan keinginan-keinginan duniawi yang bersumber dari godaan hawa nafsu. Setiap saat bahkan setiap ada kesempatan waktu kita gunakan untuk berdo’a meminta rezeki sebanyak-banyaknya dan apa saja keinginan yang belum dikabulkan oleh Allah SWT. Tetapi kita lupa bahwa do’a yang setiap hari dipanjatkan itu adalah sebagian dari rezeki yang telah diberikan kepada kita. Artinya kita semua bisa berdo’a dengan istiqamah setiap hari itu adalah rezeki yang Allah SWT berikan kepada ummat-Nya.

Sungguh beruntung orang-orang yang mampu berdo’a secara konsisten, meskipun semua permintaannya belum segera dikabulkan. Banyak sekali di antara kita yang meremehkan fungsi do’a. Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa di antara kita ada yang memaknai do’a hanya sebagai wasilah untuk menyampaikan segala permintaan, atau ada yang menganggap do’a hanya sebatas pendamping ibadah shalat lima waktu. Hal ini yang menjadikan seorang hamba enggan untuk berdo’a. Sebab merasa bahwa do’a tidak lebih dari sekedar alat yang hanya dibutuhkan dalam situasi tertentu, seperti ketika mendapat musibah, terkena cobaan, atau karena memang butuh.

Oleh karena itu yang perlu ditekankan adalah bahwa memiliki kesempatan dan waktu untuk menyempatkan diri mengangkat tangan seraya berdo’a itu adalah bentuk rezeki yang diberikan Allah SWT kepada kita. Di balik kesibukan kita menjalani kehidupan dunia ini, tetapi masih diberikan kesempatan untuk berdo’a itu adalah salah satu bentuk karunia dan rezeki dari Allah SWT yang sangat agung dan layak untuk kita syukuri. Karena banyak di sekeliling kita yang belum bisa diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk bisa berdo’a dengan khusyu’ dan istiqamah. Tidak hanya berdo’a saja, tetapi tidak sedikit pula yang hatinya belum dibuka untuk menggerakkan kedua tangannya ke atas langit seraya meminta kepada Allah SWT. Semoga kita semua sebagai umat Islam benar-benar termasuk dari sekian banyak hamba yang diberikan kesempatan untuk bisa berdo’a secara optimal dan konsisten.

1 reply

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *