Puasa Setelah Nisfu Sya’ban, Benarkah Haram?

Oleh: Wildan Rifqi Asyfia

Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UNSIQ Wonosobo

(Praktik Pengalaman Lapangan di Kankemenag Kulon Progo)

Puasa Sya’ban merupakan puasa yang begitu digemari oleh Rasulullah. Keterangan ini bisa kita lihat dalam kitab Nihayat al-Zain karangan Syekh Nawawi al-Bantani

وَالثَّانِي عَشَرَ صَوْمُ شَعْبَانَ، لِحُبِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِيَامَهُ. فَمَنْ صَامَهُ نَالَ شَفَاعَتَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Macam puasa sunah yang kedua belas adalah puasa Sya’ban, sebab Nabi Muhammad SAW sangat suka berpuasa pada bulan tersebut. Siapa saja yang berpuasa di bulan Sya’ban, ia akan memperoleh syafa’at di hari kiamat” [1]

Bagi orang yang memiliki tanggungan qodho puasa, tentu melaksanakan puasa dibulan ini sangat dianjurkan. Selain dapat melunasi hutang puasa yang telah lewat, ia juga akan mendapatkan keutamaan yang berlipat ganda.

Namun, bagaimana hukum puasa yang dilakukan setelah Nisfu Sya’ban (tanggal 16-30 bulan Sya’ban)? Benarkah Haram?

Kalangan ulama Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa puasa setelah pertengahan bulan Sya’ban itu haram dilakukan, karena terdapat hadits yang menjelaskan tentang hal tersebut.

Namun, puasa ini boleh tetap dilakukan dengan memperhatikan beberapa ketentuan, seperti penjelasan Syaikh Zainuddin al-Malibari dalam kitab Fath al-Muin-nya

(تتمة) يحرم الصوم في ايام التشريق والعيدين – الى ان قال – وكذا بعد نصف شعبان مالم يصله بما قبله او لم يوافق عادته او لم يكن عن نذر او قضاء ولو عن نفل

“Haram berpuasa pada hari raya tasyriq dan 2 hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) – begitu juga haram berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban jika tidak disambung dengan hari sebelumnya, atau tidak memiliki kebiasaan berpuasa, atau bukan karena puasa nadzar maupun qodho walau dari puasa sunah sekalipun”

Dengan demikian, apabila seseorang ingin berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban, maka harus memperhatikan beberapa ketentuan di atas tadi yaitu:

  1. Harus disambung dengan hari sebelumnya (tanggal 15 Sya’ban sudah harus melakukan puasa).
  2. Memiliki kebiasaan berpuasa, baik itu Senin-Kamis, Daud, Ayamul Bidh, dan lain-lain.
  3. Memiliki nadzar puasa di bulan Sya’ban.
  4. Mempunyai tanggungan qodho puasa

Jika salah satu dari beberapa ketentuan tersebut terpenuhi, maka puasa setelah Nisfu Sya’ban itu boleh-boleh saja untuk diamalkan.

 

[1] Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi, Nihâyatuz Zain fi Irsyâdil Mubtadi-în, [Bairut, Dârul Fikr], h. 197

4 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *